CINTA TUHAN DAN SESAMA SAMA KUAT

 

Renungan Hari Minggu Biasa XXX: 29 Oktober 2023

CINTA TUHAN DAN SESAMA SAMA KUAT



Bacaan: Kel. 22:21-27; 1Tes. 1:5c-10;  Mat. 22:34-40

Hari ini Gereja merayakan Hari Minggu Biasa XXX. Bacaan-bacaan suci yang diperdengarkan untuk kita renungkan berkisah tentang hukum. Berawal dari pertanyaan seorang ahli taurat kepada Yesus dengan tujuan untuk menjebak Yesus, “Guru, perintah manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” Rupanya para ahli taurat dan terutama si penanya itu tidak menyangka bahwa jawaban Yesus terhadap pertanyaan jebakan mereka justru menyudutkan mereka sendiri. Sebab, cara pemahaman mereka mengenai hukum berbeda dengan cara pemahaman Yesus. Para ahli taurat memahami hukum identik dengan sederetan peraturan yang baku dan kaku, selalu mempunyai kekuatan mengikat, serta sejumlah sanksi yang siap diberikan kepada orang yang tidak mentaati atau melanggar hukum tersebut. Sedangkan Yesus memahami hukum sebagai sebuah perangkat yang membantu orang untuk menghargai dan mengasihi sesamanya; maka hukum KASIH ditempatkan oleh Yesus sebagai hukum tertinggi. Ini mengejutkan para ahlli taurat, dan mereka pun jadi bingung dengan jawaban Yesus itu. Lebih memalukan mereka adalah selama ini sikap dan perbuatan mereka adalah jauh dari kasih dan suka menghukum orang yang dipandang bersalah terhadap hukum: seperti makan tanpa cuci tangan, para murid memetik gandum dan makan pada hari sabat, melihat Yesus menyembuhkan orang sakit pada hari sabat, ………

Jawaban Yesus dan praktek-praktek yang dilakukan Yesus selama ini yang selalu menunjukkan KASIH sebagai jargon utama dalam hidup itu, sesungguhnya sebuah Gerakan revolusioner Yesus untuk memberikan wawasan dan cara pendang baru terhadap hukum dan martabat diri manusia. Bagi Yesus, hukum yang terutama bukan karena dia setia secara detail meenjalankan hukum dan peraturan tertentu, melainkan yang terutama dan pertama adalah orang yang mampu memberikan dirinya bagi sesame sebagai ungkapan KASIH-nya kepada Allah. Dalam Injil kita bisa mendapatkan contoh yang luar biasa dari Tindakan kasih seorang Samaria, sehingga dia dijuluki sebagai “orang yang baik hati”. Orang Samaria itu memberi dirinya seutuhnya dan harta miliknya demi menolong seorang yang dirampok dan dipukuli penyamun. Dia rela menunda segala urusannya, dia memberikan keledai tunggangannya, dia menghantar sampai di tempat penginapan, dan dia memberikan sejumlah uang untuk perawatan, bahkan berjanji jika masih kurang, dia akan bereskan sepulangnya dari kota lain. Inilah yang dimaksudkan Yesus bahwa yang menjadi pusat hukum itu adalah KASIH. Kasih yang utuh kepada Allah dan kepada sesame. Dengan cara pemahaman seperti ini, orang tidak lagi memandang hukum dengan sebuah ketakutan karena akan mendatangkan sejumlah sanksi dan hukuman; tetapi menerima hukum dan peraturan sebagai sarana yang membantu manusia untuk melaksanakan kasih, menunaikan tugas dan pekerjaan seturut pedoman yang ditawarkan agar mempermudah, dan dengan melaksanakan hukum secara benar serentak membahagiakan diri sekaligus membantu sesame. Yesus menampilkan wajah hukum yang menyejukkan, kelembutan dan penuh kasih sayang.

Jika cara pandang terhadap hukum sudah berubah semacam itu, maka cara memaknai hukum pun sudah berubah. Para penegak hukum tidak lagi menjadikan produk hukum sebagai “kesempatan” untuk mengambil keuntungan dari kesalahan orang, melainkan mereka akan berpikir dan berusaha bagaimana membantu orang yang ‘buta hukum’ bisa memperoleh kelegaan/pembebasan. Inilah sejatinya “memberi diri” dalam konteks mengasihi Tuhan dan sesame seutuhnya. Cinta kepada Tuhan dan sesame menjadi sasaran utama seseorang melaksanakan hukum.

Pesan hukum kasih masih kontekstual dan relevan sampai dewasa ini. Namun itu tidak mudah. Masih menjadi tantangan bagi kita orang beriman. Di saat banyak orang sibuk dengan urusan hukum yang pelik dan menyusahkan banyak orang; kita orang kristiani diajakn untuk berani tampil dengan wajah hukum kasih. Mungkin banyak orang kaan menertawai kita bahkan dianggap sebagai orang bodoh dan sinting. Akan tetapi, seperti Yesus Sang Guru kita, jika kita mampu mengasihi Allah dan sesame dengan sepenuh hati, maka imbalannya adalah kita mampu menghindari bujukan-bujukan jahat (seperti korupsi, manipulasi, ingin cari untung sendiri), hal-hal mana sangat tidak berenan di hati Tuhan dan sesame. Jika kita memiliki kasih, kita tidak bertindak serampangan ; kita tidak akan tega berbuat keji dan kejam terhadap sesame. Segala kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran moral yang terjadi sesungguhnya membuktikan betapa kurangnya cinta kita kepada Tuhan dan sesame.

Sabda Tuhan hari ini sungguh menjadi cambuk peringatan bagi kita. Kitab Keluaran dalam bacaan pertama dengan tegas mengatakan bahwa jika kita tidak mengasihi sesame dengan cara menindas, menekan orang asing, menyebabkan orang lain menderta dan sengsara, dan sebagainya, maka Tuhan akan membalas, “Maka murka-Ku akan bangkit, dan Aku akan membunuh kamu dengan pedang.” Pedang Tuhan itu dapat berwujud penderitaan yang kita alami sehari-hari, kegagalan dalam usaha, situasi keluarga yang tidak rukun dan damai.  Maka pada hari ini baiklah kita bertobat dengan berusaha untuk menghayati hukum kasih secara benar, sehingga kita menjadi hidup ini semakin indah, bui yang didiami ini semakin sejuk dan damai, setiap orang yang dijumpai akan selalu menampakkan wajah Allah yang telah mengasihi kita. Dengan hukum kasih, kita tetap memandang wajah Tuhan Sang asal dan sumber kasih; dan melalui sesame kita bergandengan tangan dalam kasih berziarah menuju Sang Kasih Sejati.

Marilah kita memohon Rahmat Roh Kudus agar memampukan kita menghayati Sabda-Nya ini dalam kehidupan kita sehari-hari. Semoga kita sekalian senantiasa dilindungi dan dibimbing serta diberkati oleh Allah Tritunggal Mahakudus: Bapa +  dan Putera dan Roh Kudus. Amin.

Salam dan berkat,

Pastor Paroki EKUKARDO,

P. Kris Sambu, SVD

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INILAH TUBUH-KU, INILAH DARAH-KU

TERANG YANG BENAR MENGHALAU KEGELAPAN DOSA

BETAPA DAHSYATNYA DOA ITU