DOA YANG BENAR DAN SEDEKAH YANG JUJUR
Renungan Hari Sabtu, 10 Juni 2023 Masa Biasa, Pekan IX
Tob. 12:1.5-15.20; Mrk. 12:38-44
Fakta sosial dewasa ini, sebuah pemberian, sumbangan, atau bantuan dalam bentuk uang dan material lainnya harus didokumentasikan, dilaporkan dan dipublikasikan di hadapan umum, melalui media cetak, elektronik dan media sosial lainnya. Di satu sisi, hal ini baik sebagai bentuk pertanggungjawaban dan transparansi. Namun di pihak lain, dapat menimbulkan rasa bangga "palsu", kesombongan dan pencitraan diri. Jika sudah dalam kondisi seperti ini, maka patutlah dipertanyakan motivasi dan tujuan bantuan yang diberikan.
Bacaan-bacaan suci hari ini baik dari kitab Tobit dalam bacaan pertama, maupun dari Injil Markus, dengan sangat jelas memberikan gugatan dan sekaligus pencerahan bagi kita semua orang beriman untuk merefleksikan diri dalam hal memberi bantuan, dukungan, sumbangan, dan sebagainya. Kita perlu memiliki motivasi yang murni, jujur serta ikhlas. Dengan demikian, nilai pemberian kita akan sangat bermakna.
Kitab Tobit mencatat, "Lebih baiklah doa yang benar dan sedekah yang jujur daripada kekayaan orang yang lalim" (Tob. 12:8). Ini adalah tindakan rasa syukur kepada Tuhan sebagai sumber kehidupan dan penyelenggara kehidupan. Segala rejeki yang diterima adalah berkat dan karunia dari Tuhan sendiri. Maka memberikan persembahan kepada Allah adalah tanda syukur atas berkat Allah itu. Semakin menyadari akan berkat dan rahmat Tuhan, maka ia akan semakin bersyukur atas apa yang diperoleh. Oleh sebab itu, syukur kepada Tuhan bukan didasarkan atas besar - kecilnya rejeki yang kita terima, melainkan didasarkan pada kesadaran bahwa Allah sungguh mengasihi dan berkarya dalam hidup kita. Persembahan janda miskin dalam Injil menjadi contoh syukur seorang beriman.
Dalam kehidupan ber-Gereja, kita mempunyai "ruang syukur" atas berkat dan rahmat Allah itu. Ketika kita memberikan "kolekte atau derma" mesti ada suatu niat atau intensi ikhlas dari hati. Ketika kita memberikan "kewajiban yuran Gereja mendiri", mesti ada ketulusan hati untuk bersedekah. Ketika kita memberi dengan omelan dan rasa terpaksa, maka berkat dan rahmat Tuhan pun menjauh dari kita. Tetapi jika kita memberi dengan sukacita dan rasa Syukur, maka berkat dan rahmat Tuhan tercurah secara berlimpah limpah sesuai Kasih dan kebijaksanaan Allah.
Marilah kita memohon rahmat Roh Kudus supaya memberikan pencerahan bagi kita untuk menghayati Sabda-Nya ini dengan baik dalam keseharian hidup kita.
Salam dan berkat,
Pastor Paroki EKUKARDO,
P. Kris Sambu SVD
Komentar
Posting Komentar