RAJAILAH KAMI, UMAT-MU, YA TUHAN

 

Renungan Minggu Biasa XXXIV, 20 Nopember 2022

HARI RAYA TUHAN KITA YESUS KRISTUS RAJA SEMESTA ALAM

2Sam. 5: 1-3; Kol. 1:12-20;  Luk. 23:35-43

RAJAILAH KAMI, UMAT-MU, YA TUHAN

Gereja merayakan hari Minggu Biasa XXXIV, sekaligus menutup seluruh lingkaran tahun liturgi Gereja. Oleh sebab itu Gereja mendedikasikannya sebagai HARI RAYA TUHAN KITA YESUS KRISTUS RAJA SEMESTA ALAM. Gereja menyadari bahwa segala kekuatan duniawi dan kebesaran manusiawi tidak akan mampu menandingi kebesaran dan kemuliaan Tuhan. Itu sebabnya Dia disebut Raja Semesta Alam. Tuhan melampaui segala sesuatu. Tuhan yang menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan dan menjadi ada. Tidak ada yang berada di atas Tuhan lagi.

Hari ini dunia gempar dengan “Qatar Seru” di mana akan dimulainya perhelatan Sepakbola sejagat, Piala Dunia. Federasi sepakbola sedunia menetapkan Qatar sebagai tempat penyelenggaraan, dan semua kontestan sudah mempersiapkan diri untuk menjadi yang terbaik. Dengan demikian mereka akan digelari sebagai ‘raja sepakbola’ seluruh dunia. Sudah sekian lama turnamen ini diselenggarakan, dan ada sekian banyak negara yang kembali ke negaranya dengan membawa Piala kebesaran itu. Mereka pantas menyandang predikat sebagai raja bola sedunia. Gelaran ‘raja bola’ sedunia itu tidak terjadi hanya atas satu negara, melainkan berpindah-pindah sesuai kulaitas dan kemampuan timnya bermain sehingga dapat merebut juara. Berarti raja bola itu ada banyak. Setiap negara bisa mengklaim dirinya sebagai raja bola. Wajar saja hal itu terjadi.

Akan tetapi berbeda dengan Raja Semesta Alam yang kita rayakan hari ini. Dia adalah Awal dan Akhir, Alfa dan Omega. Tidak ada raja lain yang lebih agung dan mulia selain Dia. Sebab raja-raja dunia bertakhta atas dasar kekuatan bala tantara perang, uang, politik, dan sebagainya. Raja Semesta Alam, Tuhan kita Yesus Kristus  diagungkan dan dimuliakan karena Kuasa Ilahi yang ada pada-Nya; dan Cinta kasih-Nya yang utuh kepada manusia dan dunia ciptaan-Nya, sehingga Ia rela menjadi manusia dan menghambakan Diri-Nya agar manusia dapat diselamatkan. Itulah hakekat seorang “Raja” yang melayani, rendah hati, berkorban, dan  menyerahkan nyawa-Nya untuk manusia dan dunia semesta alam.

Maka pada Hari Raya ini marilah kita merenungkan beberapa aspek nilai pribadi Yesus sebagai Tuhan Semesta alam ini:

1.     Yesus adalah Gembala Agung yang dengan penuh kasih menggembalakan domba-domba-Nya. Ia peduli dengan manusia berdosa, tetapi tidak membiarkan manusia bersikap pasrah tanpa daya dan memikirkan kepentingan dirinya secara berlebihan sehingga tidak mau berjuang bangkit, dan hanya menunggu bantuan orang lain.

2.     Yesus adalah pribadi sempurna tanpa cacat, namun karena kasih-Nya kepada manusia berdosa, merelakan Diri-Nya terluka oleh kedosaan manusia. Berbeda dengan karakter kepribadian manusia biasa seperti kita, yang cenderung mengejar untuk memenuhi kepentingan diri sendiri, tidak peduli dengan orang lain. Malahan apabila kita tidak memperolehnya, maka sesama akan menjadi hujatan kita karena mereka dianggap sebagai penyebab penderitaan kita.

3.     Yesus adalah pribadi Pengampun. Ia mengampuni orang yang berkehendak baik dan menyesali dosa-dosanya, lalu bertobat. Apakah kita terbuka hati untuk bertobat dan memperbaiki diri? Kenyataan, lebih sering kita mencari pembenaran diri dan beradu argument untuk menutupi kesalahan kita. Kita cenderung mencari dukungan kepada sesama dan dunia untuk pembenaran diri ini. Kita sekian sering menyalahgunakan sarana teknologi dan alat komunikasi untuk menyudutkan orang lain dan meluputkan diri dari segala bentuk tuntutan kewajiban yang harus kita penuh. Dengan cara ini, sesungguhnya kita merendahkan martabat pribadi sendiri sebagai orang-orang berwajah palsu dengan topeng pejuang kebenaran dan keadilan, sambil menikmati hasil keringat dan perjuangan orang lain.

 

APAKAH YANG HARUS KITA BUAT?

Yesus sang Raja Pengampun itu menghendaki kita:

1.     Bertobat. Hanya dengan jalan pertobatan saja seorang beriman diluputkan dari kematian kekal. Kalau kita ingin Tuhan merajai hidup dan hati kita, maka kita harus dengan rendah hati mengakui kesalahan sendiri tanpa mencari-cari kesalahan orang lain. Kita bisa belajar dari penjahat di salib itu, yang dengan jujur berkata kepada temannya yang lain, “Kita memang selayaknya dihukum sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini (Yesus) tidak berbuat sesuatu yang salah.” Atas sikap tobatnya ini, ia pun layak berada Bersama Tuhan, Sang Raja di Firdaus.

2.     Kita menjadi manusia yang solider. Yesus meghendaki kita sungguh percaya akan Dia dan dapat menjadi penyalur rahmat-Nya kepada sesama. Yesus meminta kita untuk mengambil bagian dalam tugas kegembalaan di tengah dunia ini dan sekaligus menjadi gembala yang baik bagi siapapun. Menjadi gembala berarti berani meninggalkan segala kenyamanan diri oleh keterikatan jabatan social, status social, strata akademik, kesibukan yang seringkali dicari-cari, dan memberi diri dalam keterlibatan dengan sesama yang lain. Tugas menjadi gembala ini tidak terbatas hanya bagi kaum tertahbis, para imam, atau pun bruder dan suster…. Tetapi semua orang yang telah dibaptis juga dipanggil untuk menjadi seorang gembala: di tengah keluarga, di tengah rekan-rekan seprofesi, di tempat kerja, di tempat bermain, di gereja, di KBG dan wilayah dalam berbagai bentuk dan cara. Dengan cara ini, kita telah membuka hati kita untuk DIDIAMI & DIRAJAI oleh Tuhan sendiri, kita membiarkan hati kita diresapi oleh Sabda-Nya dan merelakan diri dikuasai oleh Roh Tuhan Sang Raja Agung.

3.     Menemukan Tuhan di dalam situasi ambang batas. Bencana Covid-19, berbagai bencana alam yang melanda, penderitaan sakit yang tidak berkesudahan, hiruk-pikuk dunia dengan segala kekacauannya, peperangan, mafia penipuan yang menjebak banyak orang, perjudian online, pinjaman kredit online….semuanya telah memporakporandakan nasib baik manusia. Apakah kita masih menemukan Tuhan di sana? Jawabannya, ‘ya’. Tuhan tetap hadir dan ada untuk kita dalam setiap situasi hidup ini. Allah yang Mahakuasa dan Mulia itu justru telah mengambil rupa manusia biasa yang menderita sampai wafat di salib. Itulah ungkapan Kasih Allah yang paling dahsyat bagi manusia. Sang Raja turun menjadi manusia dan merasakan segala penderitaan manusia itu. Maukah kita memberi tempat untuk Tuhan menjadi RAJA ATAS KITA? Ataukah kita lebih suka memberi hati kita untuk ‘raja-raja duniawi’ kita?

4.     Marilah kita memohon rahmat Pertobatan dari Roh Kudus agar kita mampu membuka hati kita dan membiarkan Tuhan bertakhta atas hidup dan hati kita, di dalam keluarga-keluarga dan komunitas kita, di paroki dan mayarakat kita.

Semoga Tuhan Yesus mendiami dan merajai setiap hati kaum beriman! Amin.

 

Salam dan berkat,

Pastor Paroki EKUKARDO,

P. Kris Sambu, SVD      

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INILAH TUBUH-KU, INILAH DARAH-KU

TERANG YANG BENAR MENGHALAU KEGELAPAN DOSA

BETAPA DAHSYATNYA DOA ITU