DATANGLAH DI KEMAH HAMBA-MU INI!
Renungan Hari Minggu Biasa XVI, 17 Juli 2022
Kej. 18:1-10ab; Kol. 1:24-28; Luk.
10:38-42
DATANGLAH DI KEMAH HAMBA-MU INI!
Hari-hari ini kita cukup disita
waktu, tenaga, pikiran, dan tidak sedikit terkuras dompet kita. Alasannya,
banyak sekali hajatan yang melibatkan banyak orang atau undangan. Tentu yang
mengundang sangat mengharapkan semua anggota keluarga, sahabat dan kenalan akan
datang. Kalau pesta permandian bayi, orangtuanya yang selalu menengok apakah
ada tamu datang? Kalau pesta Sambut Baru, si anak akan selalu berharap banyak
tamu yang datang. Dia akan sangat gembira Ketika banyak yang datang. Mungkin di
dalam hatinya, aahh…saya banyak dapat kado hari ini. Kalau pesta NIKAh, maka
kedua mempelai akan berusaha tersenyum terus Ketika ada tamu yang datang dan
pamit. Sedapat mungkin lupakan segala persoalan bahkan selisih paham sesaat
sebelum masuk panggung. Tentu momen-momen pesta itu adalah kesempatan yang
dirasakan sangat membahagiakan di dalam hidup ini. Bukan saja bagi “yang
berpesta”, melainkan tamu undangan juga turut serta berbahagia. Untuk
membahagiakan tetamu undangan, keluarga mempelai dan atau yang berpesta akan
menyiapkan serta menyajikan yang terbaik: mulai dari tempat pesta, para
penerima tamu, dekorasi terindah, sampai pada menu perjamuan yang paling enak
sehingga semua orang yang terlibat di dalam pesta itu sungguh merasakan
kebahagiaan.
Injil hari ini memperlihatkan tokoh
Marta yang sibuk melayani tetamunya yakni Yesus dan rombongan perjalanan-Nya,
yakni para murid-Nya. Marta ingin menyuguhkan perjamuan yang terbaik bagi
tamunya. Tamunya adalah orang yang harus diperlakukan secara istimewa. Ini patut
diangkat jempol. Luar biasa. Namun kelemahan Marta adalah Ketika dia “mengeluh”
tentang Maria saudarinya yang tidak membantunya di dapur. Maria dengan enaknya
duduk dekat kaki Yesus sambil mendengarkan Yesus bercerita. Apakah Marta
kelelahan? Ataukah Marta iri hati dan cemburu? Atau….? Mungkin. Bisa banyak
ragam jawabannya. Tetapi rupanya Yesus sebagai istimewa karena sudah begitu akrab
dengan keluarga ini, maka Marta tanpa canggung berbicara blak-blakan tentang
saudarinya.
Tetapi jawaban Yesus justru membuat
Marta terkejut, bukan sebuah keprihatinan, malahan sebuah teguran, sebab Marta
terlalu sibuk dengan banyak perkara duniawi, yang sifatnya sementara dinikmati.
Sedangkan Maria dipuji oleh Yesus sebab sudah memilih bagian terbaik, yang
tidak akan diambil orang daripadanya, “Maria duduk di dekat kaki Tuhan,
dan terus mendengarkan perkataan-Nya.”
Secara khusus hari ini dari dua
bacaan yakni bacaan pertama dan bacaan injil perlu kita renungkan secara
mendalam untuk kehidupan iman kita.
Pertma, Tuhan selalu hadir di dalam
hidup kita orang beriman. Allah hadir di dalam Roh, sehingga tidak dapat dilihat
dengan indera mata kita. Akan tetapi pengalaman hidup kita dengan alam semesta,
perjumpaan dengan sesama, dan berbagai peristiwa di dalam hidup ini dapat mengungkapkan
kehadiran Allah di dalam hidup kita. Dalam bacaan pertama dari Kitab Kejadian
berkisah tentang Allah (Yahwe) yang mengunjungi Abraham dalam rupa tiga orang
yang melakukan perjalanan di siang hari bolong. Bagi Abraham, Allah justru
telah datang kepadanya dalam diri sesamanya itu. Suasana panas terik, Nampak kelelahan
dan kehausan orang-orang tiu, membuat hati Abraham jatuh kasihan sehingga
menawarkan tumpangan, memberi makan siang yang terbaik, menu istimewa. Dengan
segala ketulusan hati Abraham melayani tamunya, menyembeli lembu terbaik dan
memasaknya dengan menu yang istimewa. Suasana yang cair dan penuh persaudaraan
tercipta, seolah-olah mereka adalah sahabat lama yang baru jumpa lagi.
Jika kita mengundang Tuhan masuk di
dalam rumah kehidupan kita, maka semangat keramah tamahan, keakraban dan
hospitalitas selalu muncul. Semangat untuk berbagi dan berbela-rasa, semangat
untuk melayani dengan penuh kasih akan bertumbuh. Abraham memberikan pelajaran
yang sangat berharga bagi kita. Marta pun memberikan contoh yang baik bagi
kita. Pertanyaan reflektif bagi kita, “Sadarkah saya akan momen kehadiran
Allah ini di dalam hidupku?” Barangkali kita pun bisa melakukan yang
terbaik di dalam keseharian kita: Ketika kita bisa memberikan yang terbaik dari
waktu kita, tenaga kita, pikiran kita, milik kepunyaan kita. Kita rela
berkorban untuk sebuah tugas yang menjadi tanggung jawab kita, demi sesama yang
kita layani atau pun siapa saja yang membutuhkan bantuan kita, bahkan orang
asing yang sungguh membutuhkan uluran tangan kita. Allah hadir di dalam diri sesama itu.
Kedua, layanilah secara sederhana
dan tulus hati. Yesus menegur Marta, sebab dia terlalu menyibukkan diri dengan banyak
perkara. Sedangkan Maria telah memilih bagian terbaik yang tidak mungkin
dirampas orang lain nanti. Apakah sikap dan tindakan Marta itu salah dan tidak
penting? Penting. Kita butuh orang seperti Marta untuk bekerja, mempersiapkan
segala kebutuhan hidup manusiawi kita. Namun yang perlu digarisbawahi teguran
Yesus terhadap Marta adalah sikap menggerutunya. Sesungguhnya perkataan Marta
kepada Yesus itu sebua permohonan/doa, “Tuhan, tidakkah Engkau peduli
bahwa saudariku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah ia membantu aku!”
Ini doa Marta kepada Yesus. Mungkin juga ini adalah gambaran doa kita-kita
juga, doa saya dan anda kepada Tuhan. Kita sudah bekerja keras untuk kebutuhan
diri pribadi kita, keluarga kita, anak-anak dan masa depannya agar sejahtera
dan Bahagia. Kita juga terlibat di dalam kelompok-kelompok, organisasi social,
kegiatan Bersama lainnya.
Nah, pekerjaan kita, keterlibatan
kita, pengorbanan kita adalah ungkapan doa kita. Kita datang ke hadapan Tuhan
dalam semangat doa, memuji dan memuliakan Tuhan. Pertanyaannya, apa isi doa kita?
Barangkali isi doa kita penuh dengan permohonan akan keberhasilan, Kesehatan yang
prima, kesuksesan dalam bisnis, karier politik yang terus cemerlang, kalau
berjudi untung terus, isi kupon putih selalu tepat, isi angka judil online
selalu jitu……….dan seterusnya dan seterusnya. Tuhan dijejali dengan segala
keinginan kita. Kita memaksa Tuhan untuk selalu mendengar doa-doa kita. Inilah
yang menjadi pokok teguran Yesus terhadap Marta (juga terhadap kita), “Marta,
Marta. (nama saya dan anda….) engkau kuatir dan menyibukkan diri
dengan banyak perkara.”
Apakah kita berdoa karena banyak
kekuatiran, kecemasan dan ingin hidup nyaman? Kita kuatir akan masa depan jiwa
dan masa kini kebutuhan duniawi? Kita takut kehilangan apa yang kita miliki,
kita takut gagal, kita merasa rugi waktu…. Ketika kita begitu kuatir dan
menyibukkan diri dengan banyak perkara duniawi, kita belum mampu menerima
Tuhan, tidak bisa duduk di kaki Tuhan dan belum mampu mendengarkan Sabda-Nya
dengan penuh perhatian dan iman.
Maria mengajarkan kita hal yang
istimewa. Maria duduk di dekat kaki Tuhan dan mendengarkan Tuhan dengan penuh
perhatian. Maria duduk dekat kaki Tuhan bukan untuk bebricara kepada Yesus?
Tetapi Maria duduk dekat kaki Tuhan
untuk mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang Tuhan katakan. Apakah
kita sudah berusaha dating dekat kaki Tuhan dan mendengarkan-Nya dengan penuh
perhatian: saat kita masuk dalam Gereja; ambil waktu untuk diam dan berdoa
dalam keheningan; mendengarkan dan merasakan kehadiran Tuhan dalam keheningan
batin kita? Atau kita suka bercerita dengan teman di dalam gereja seolah-olah
waktu terlalu sedikit di luar gereja; kita lebih asyik Kutak katik HP selama
misa, menggunakan kesempatan untuk ber-selfie ria saat misa; kita merasa waktu
terlalu lama di gereja sehingga kita suka pulang lebih dulu Ketika misa belum
selesai; kita lebih merasa harus ke toilet waktu kotbah bahkan saat konsekrasi?
Kalau demikian maka kita datang ke gereja hanya karena kita sudah termeterai
sebagai orang katolik, takut tetangga bilang kita ‘kafir’ tidak ke gereja?
Sesungguhnya kehadiran Tuhan semakin
dirasakan tatkala kita memberi waktu yang cukup dalam keheningan/diam, masuk
dalam keheningan batin,, mengosongkan pikiran dan hati kita dari segala
kekuatiran dunia, lalu mendengarkan Tuhan berbicara dalam lubuk hati kita.
Itulah bagian terbaik, hal yang membahagiakan dan tidak dapat diambil oleh siapapun.
Marta adalah gambaran kesibukkan kita
sampai tidak ada waktu untuk Tuhan,
Maria adalah gambaran diri kita yang selalu memberi tempat bagi Tuhan untuk berbicara kepada kita. Tuhan, singgahlah di rumah hatiku!
Salam dan berkat,
Pastor Paroki EKUKARDO,
P. Kris Sambu, SVD
Komentar
Posting Komentar