TEPUNG DALAM TEMPAYAN ITU TAKKAN HABIS
Renungan Hari Selasa, 07 Juni 2022
Hari Biasa Pekan X Tahun C/II
1Raj. 17:7-16; Mat. 5: 13-16
Tuhan itu pemilik kehidupan. Tuhan bisa melakukan apa saja terhadap dunia dan manusia. Jika Tuhan menghendaki hujan berhenti, maka hujan pun tidak akan turun. Jika Tuhan ingin menurunkannya lagi, maka terjadi seperti yang dikehendaki-Nya. Tuhan adalah penguasa atas alam semesta dan seluruh isinya, termasuk manusia. Itulah yang dikerjakan Tuhan melalui nabi-Nya, Elia. Elia diutus oleh Tuhan untuk menyatakan segala kuasa-Nya kepada bangsa Israel yang sudah banyak menyimpang tingkah lakunya dari Yahwe. Melalui kata-kata Elia yang menyatakan bahwa hujan tidak akan turun sampai waktu yang ditentukan Tuhan, terjadi. Hal itu pasti mendatangkan bencana, kelaparan hebat bagi bangsa Israel dan seluruh bumi. Tetapi melalui peristiwa ini Tuhan hendak menyatakan kuasa-Nya yang tidak terbatas.
Nabi Elia dan Janda SarfatSatu pesan lagi yang dapat direnungkan dari peristiwa perjumpaan Elia dan janda dari Sarfat. Janda Sarfat itu adalah salah satu yang terdampak dari kemaranu panjang. Harapan hidupnya sudah sampai di tapal batas, tinggal segenggam tepung dan sedikit minyak untuk menyambung hidupnya. Akan tetapi perjumpaan dengan Elia justru mengubah seluruh hidupnya, ada optimisme untuk hidup, ada kebahagiaan untuk membagi, ada harapan hidup yang masih panjang. Semuanya itu terjadi ketika dia melayani Elia (Utusan Allah) dengan hati tulus. Dia mendahulukan kepentingan Allah melalui nabi Elia, sehingga dia memperoleh berkat yang berlimpah-limpah. Karena ketaatan dan ketulusannya terhadap tuntutan Allah, maka Tuhan menambah tepung di dalam tempayan dan misanyak di dalam buli-buli itu. "Tepung dalam tempayan itu takkan habis dan minyak dalam buli-buli itu pun takkan berkurang sampai tiba waktunya Tuhan menurunkan hujan ke atas muka bumi."
Dalam kehidupan umat beriman, tentu ada banyak persoalan yang menyebabkan orang putus asa. Seringkali orang merasa hidup ini sudah akan mencapai kiamat, ketika sakit berkepanjangan, ditimpah wabah virus (corona, ....) tanpa henti, terjadi peprangan dan permusuhan, kegagalan yang bertubi-tubi di dalam usaha.... Pantas saja orang putus asa. Namun justru pada titik ini, harus dijadikan sebagai momentum refleksi hidup seorang beriman: apakah selama ini relasi dirinya dan alam semesta serta dengan sesama baik? Apakah dia cukup memperhatikan kebutuhan sesama dan rela membantu dengan penuh cinta kasih?
Hukuman musim kemerau panjang menjadi alarm peringatan akan cara hidup manusia, sampai dia menyadarinya, seperti janda Sarfat itu.
Sabda Yesus dalam Kotbah di Bukit hari ini sangat jelas pesannya. Nabi Elia dan janda Sarfat (dalam bacaan pertama) telah berfungsi sebagai terang dan garam yang baik. Mereka telah memberikan cahaya dan cita rasa di dalam hidup bersama. Maka baiklah kita para beriman belajar untu setia menjalankan perintah Tuhan (seperti Elia), dan setia melayani dengan cinta kasih (seperti janda Sarfat itu). Sebab ketika semakin memberi, orang semakin banyak menerima. Sedangkan ketika orang mempertahankan miliknya tanpa ingin berbagi dengan kasih, maka segera kehabisan apa yang dia miliki, kehabisan cinta kasihnya. Kita percayakan diri dan hidup kita kepada penyelenggaraan Allah, maka tepung di dalam tempayan (hati kita) tidak akan habis, dan minyak di dalam buli-buli (budi kita) tidak akan berkurang.
Marilah kita memohon rahmat Roh Kudus agar senantiasa memampukan kita untuk menghayati Sabda Tuhan itu dengan baik di dalam kehidupan kita sehari-hari.
Salam dan berkat,
Pastor Paroki EKUKARDO,
P. Kris Sambu, SVD
Terima kasih Opa Pater
BalasHapus