SIAPAKAH AKU INI.....?

 Renungan Hari Selasa, 31 Mei 2022

Pesta Santa Perawan Maria Mengunjungi Elisabet

Zef.3:14-18 atau Rom 12:9-16;  Luk. 1:39-56

Hari ini Gereja merayakan Pesta Santa Perawan Maria mengunjungi Elisabet saudarinya. "Mengunjungi" adalah pekerjaan yang sangat biasa dan manusiawi terjadi di antara sanak famili, sahabat kenalan dan keseharian hidup manusia. Akan tetapi menjadi sebuah pertanyaan, "Mengapa sampai tindakan mengunjungi ini dipestakan khusus di dalam Gereja?" "Apakah ada nilai tertentu yang menjadi kelebihannya?"

Ya, tentu ada nilai lebihnya sehingga Gereja merayakannya. Barangkali momentum ini dapat dijadikan sebagai bahan permenungan bagi kita para beriman. Ada beberapa aspek kehidupan Bunda Maria dan Elisabet yang dapat kita renungkan dan teladani.

Pertama, ada nilai kerendahan hati. Maria seorang gadis desa kampung Nasaret sangat terkejut ketika mendengar Salam dari Malaekat Gabriel bahwa dia dipenuhi dengan rahmat ilahi. Maria bertanya di dalam hatinya, "Apa arti salam itu?" Sebab Maria merasa tidak pantas dirinya mendapat salam dari yang Mahatinggi. Mimpikah? Tidak! Ini nyata. Sebab Maria akan mengandung dari Roh Kudus. Pertanyaan Maria di dalam hatinya, 'apa arti salam itu' setara dengan pertanyaan tentang dirinya sendiri, "Siapa aku ini? Pantaskah aku mendapat kunjungan Malaekat Allah?" Sampai pada akhirnya Maria menyerah dan berserah diri pada rencana Allah itu dengan menyatakan fiatnya, "Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu itu".  Kegembiraan Maria tertular juga pada saudarinya, Elisabet. Dengan ilham Roh Kudus, Elisabet pun terkejut saat  kedatangan Maria (bukan kunjungan biasa) dengan berkata, "Siapakah aku ini sehingga ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?" Pertanyaan senada dari dua bersaudara ini merupakan ungkapan kerendahan hati mereka sebagai seorang manusia biasa. Kerendahan hati itulah yang berkenan di hadirat Allah, maka Allah memilih mereka. Yang seorang menjadi ibu Sang Sabda, dan yang lain menjadi ibu penyiap jalan bagi Sang Sabda itu.

Kedua, rela membagi sukacita. Maria tidak bisa menahan kegembiraannya untuk dirinya sendiri setelah mendengar kabar dari Malaekat Gabriel. Ia tahu kepada siapa yang harus dibagikan pengalamannya itu. Adalah Elisabet yang sudah mati haid, coba dikunjungi dan diberitahu berita ini. Ternyata perjumpaan keduanya merupakan kesempatan meluapkan kegembiraan yang sama bahwa dalam rahim mereka sudah berdiam pribadi-pribadi pilihan. Maka bayi-bayi di dalam rahimnya turut bersukacita melonjak kegirangan. Sukacita kita menjadi bertahan dan membahagiakan jika kita rela berbagi dengan sesama. Sharing kebahagiaan hidup membawa sukacita mendalam bagi diri sendiri, sesama dan dunia sekitar. Santu Paulus dalam surat kepada umat Roma hari ini menasihati kita untuk saling mengasihi sebagai saudara dan saling memberi hormat. Bersukacita di dalam pengharapan. Malahan lebih jauh Paulus mengingatkan untuk bersikap solider di dalam hidup bersama, "Bersukacitalah dengan yang bersukacita, dan menangislah dengan yang menangis."

Ketiga, Bersyukur dan memuliakan Tuhan senantiasa. Bobot kerendahan hati semakin nampak dalam pujian yang memuliakan Tuhan sambil bersyukur atas peristiwa yang sudah terjadi. Maria dan Elisabet saling memuji dan memuliakan keberadaan mereka di dalam Allah. Sebab mereka yakin semuanya ini terjadi hanya atas kehendak dan rencana Allah. Tidak menjadi sombong karena perkandungan yang terjadi, apa lagi anak di dalam kandungan mereka bukanlah manusia biasa. 

Baiklah bersama dengan sukacita Maria dan Elisabet hari ini, kita para beriman pun perlu membangun spiritualitas yang sama di dalam hidup kita sehari-hari. Membangun sikap rendah hati sehingga kita berani untuk mengunjungi sesama, apa lagi yang terpinggir dan tidak diperhitungkan dalam masyarakat umum. Kita pun perlu memiliki kerelaan untuk berbagi rejeki sukacita kehidupan kita, entah itu materi, pikiran, kehadiran, waktu, perasaan hati yang berpihak,.... semuanya dapat menjadi sumber sukacita bagi sesama. Dan di atas segalanya kita pun perlu sikap tahu bersyukur atas kebaikan Tuhan yang telah kita  peroleh. Ungkapan syukur kita merupakan pujian dan rasa hormat kita kepada Allah yang di tinggi. Jika kita melakukan hal-hal ini, maka kehadiran kita di tengah dunia dan manusia adalah pembawa sukacita, bukan kesedihan; perdamaian, bukan perselisihan; mengasihi dan mengampuni, bukan kebencian dan balas dendam.

Marilah kita memohon rahmat Roh Kudus agar menyanggupkan kita menghayati Sabda Tuhan dan teladan Bunda Maria di dalam hidup kita sehari-hari.


Salam dan berkat,

Pastor Paroki EKUKARDO,

P. Kris Sambu, SVD 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INILAH TUBUH-KU, INILAH DARAH-KU

TERANG YANG BENAR MENGHALAU KEGELAPAN DOSA

BETAPA DAHSYATNYA DOA ITU