ROH KUDUS YANG MENJIAWAI GEREJA-NYA

 

RENUNGAN HARI MINGGU, 22 MEI 2022

HARI MINGGU PASKAH  VI

Kis. 15:1-2.22-29;  Why. 21:10-14.22-23;  Yoh. 14:23-29

ROH KUDUS YANG MENJIWAI  GEREJA-NYA

Bisa jadi fakta ini benar. Banyak yang berkisah bahwa sebuah kelompok masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang berbeda latar belakang asal usul, budaya, Bahasa daerah, tradisi dan kebiasaan,….biasanya lebih dinamis dalam kehidupan sehari-hari. Lebih mudah diajak untuk bekerja sama dan melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam kegiatan hidup bersama. Nampak lebih hidup dan dinamis, tidak kaku, lebih fleksibel dengan situasi yang dihadapi. Agak mencolok perbedaannya dengan sekelompok masyarakat yang homogen: asal usul yang sama, dengan tradisi dan kebiasaan hidup yang sudah mapan; nampak lebih statis dan terkesan kaku, sebab mereka takut melakukan perubahan dengan alas an ‘kebiasaan kami dari dulu seperti ini’. Kelompok ini cenderung tertutup dan sulit menerima kehadiran orang lain (pendatang) dan sulit pula untuk menerima ide-ide inovasi atau pembaharuan.

                        Roh Kudus yang menjiwai Gereja-Nya

Gereja Perdana kurang-lebih berhadapan dengan situasi semacam ini. Kelompok Yahudi yang merasa diri sebagai bangsa penerima wasiat keselamatan cenderung untuk mempertahankan diri dengan segala tradisi yang telah mereka hidupi selama ini. Mereka menciptakan persyaratan yang sulit bagi bangsa-bangsa lain yang merindukan berkat keselamatan yang sama seperti telah mereka terima. “Sunat” adalah salah satu alasan mendasar bagi mereka untuk membentengi diri dari kehadiran bangsa lain. Kalau mau bergabung, maka harus disunat.

Pola pikir dan tindakan etnosentris ini sungguh ditantang dan ditolak oleh Paulus dan Barnabas yang melihat substansi keselamatan bukan pada tradisi (seperti sunat atau tidak bersunat), melainkan IMAN-lah yang menjadi dasar seseorang memperoleh keselamatan. Iman kepada Kristus yang bangkit itulah jalan keselamatan yang disediakan bagi semua orang tanpa kecuali. Baik Yahudi maupun orang Yunani, baik bangsa yang bersunat maupun yang tidak bersunat, jika beriman dan percaya kepada Kristus yang bangkit, maka layak menerima rahmat keselamatan.

Terhadap perbedaan pandangan ini, para rasul mengadakan konsili Yerusalem yang membahas dan memutuskan bahwa keselamatan itu terjadi pertama-tama karena IMAN. Kemudian iman itu dipraktekkan di dalam kehidupan nyata dengan mentaati hukum serta melakukan perbuatan-perbuatan yang wajar sesuai dengan ajaran Cinta Kasih dari Tuhan Yesus sendiri. Maka dengan itu Gereja pun mengakui bahwa kewenangan mengajar dari Para Rasul itu sah dan diyakini bahwa Roh Kudus telah membimbing mereka dalam mengambil keputusan tersebut. “Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban daripada yang perlu ini: kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati lemas dan dari percabulan.”

Hasil permenungan para rasul yang dibimbing Roh Kudus itu, disimpulkan oleh Yohanes dalam pengelihatannya sebagaimana diwartakan dalam Kitab Wahyu, sebagai sebuah perjumpaan hal-hal duniawi dan hal-hal surgawi. Dengan demikian konsep tentang Yerusalem Lama dengan segala adat istiadat dan tradisi Yahudi, telah diperbaharui dengan Yerusalem Baru yang yang berdiri di atas dasar Para Rasul. Di atas para rasul inilah Kristus Yesus mendirikan Gereja-Nya. Namun di atas segala-galanya Allah tetaplah menjadi sumber dan dasar utama. Yesus Kristus Sang Anak Domba telah memperkenankan para tertebus (orang-orang yang percaya kepada-Nya) mengambil bagian di dalam cahaya kemuliaan-Nya.

Ddi dalam injil Yohanes hari ini, Yesus memperkenalkan Roh Kudus yang sangat berperan di dalam kehidupan Gereja selanjutnya. Roh Kudus itulah yang akan mendampingi perjalanan Gereja di kemudian hari dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan yang datang silih berganti di dalam dunia ini. Namun bagi setiap orang beriman, Roh Kudus akan membimbingnya menuju kebenaran sejati. Memasuki dunia kebenaran yang sepenuhnya berarti seorang beriman menerima damai sejahtera dari Allah sendiri. Itulah kebahagiaan abadi yang dicapai seorang beriman setelah melewati jalan salib bersama Yesus yang diimaninya. Pada titik ini hendaknya seorang beriman pun menyadari bahwa salib  bukan lagi hal yang membingungkan dan merupakan sebuah aib, melainkan jalan yang menghantar kepada kegembiraan. Sebab melalui jalan penghinaan Yesus akan Kembali kepada kemuliaan Bapa-Nya (Fil. 2:6-11), dan dari situlah Yesus terus menjiwai Gereja dengan Roh-Nya yang Kudus.

Marilah kita memohon cahaya Roh Kudus senantiasa di dalam kehidupan sehari-hari agar hidup  dan perjuangan iman kita selalu dijiwai oleh Roh-Nya.

 

Salam dan berkat,

Pastor Paroki EKUKARDO,

P. Kris Sambu, SVD

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INILAH TUBUH-KU, INILAH DARAH-KU

TERANG YANG BENAR MENGHALAU KEGELAPAN DOSA

BETAPA DAHSYATNYA DOA ITU