MENDENGARKAN DENGAN TELINGA HATI
Hari Minggu, 29 Mei 2022
Hari Minggu Paskah VII –
HARI KOMUNIKASI SEDUNIA KE-56
Kis. 7:55-60; Why. 22:12-14.16-17.20; Yoh. 17:20-26
MENDENGARKAN DENGAN
TELINGA HATI
Pada hari Minggu Paskah VII, Gereja
merayakannya bertepatan dengan Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-56. Adalah kenyataan di dalam
hidup bahwa kita selalu berinteraksi dengan sesame, dengan alam semesta, dengan
segala pengalaman hidup baik suka maupun duka. Segalanya itu dapat menjadi sebuah
bahan cerita, kenangan, atau pun wacana untuk digapai. Ini semua berada dalam
sebuah jalur KOMUNIKASI. Paus Fransiskus menawarkan kepada kita untuk
merenungkan Hari Komunikasi Sosial Sedunia tahun 2022 ini dengan tema” MENDENGARKAN DENGAN HATI”.
“Mendengar” merupakan jalan
komunikasi dan sebuah kondisi dialogal antar sesama. Namun kenyataan kemampuan
untuk ‘mendengarkan’ ini sudah hilang. Kehilangan untuk mendengarkan
orang-orang di sekitar, baik dalam hubungan yang biasa sehari-hari maupun
Ketika memperdebatkan isu-isu terpenting daam kehidupan masyarakat. Pada saat
yang sama, ‘mendengarkan’ mengalami perkembangan baru yang penting di
bidang komunikasi dan informasi melalui berbagai media canggih. Dengan demikian
tetap meyakinkan kita bahwa ‘mendengarkan’ itu tetap sangat mendasar di
dalam kehidupan dan komunikasi antar manusia. Seorang dokter terkemuka yang
biasa membantu orang-orang yang mengalami ‘luka batin’ mengemukakan
bahwa kebutuhan terbesar manusia adalah “Keinginan tak terbatas untuk
didengarkan”.
Mendengarkan Dengan Telinga Hati
Dari pesan-pesan Kitab Suci kita
dapat belajar bahwa mendengarkan tidak hanya berarti menangkap/mendengar suara,
tetapi pada dasarnya terhubung dengan relasi dialogis antara Allah dan manusia.
Dalam Kitab Ulangan 6:4 tercatat, “Dengarlah, hai Israel!”. Ini
kata-kata pembuka dari perintah pertama Taurat. Lalu terus menerus ditegaskan
di dalam Kitab Suci, bahkan Santu Paulus menegaskan bahwa “iman timbul
dari pendengaran”(Rom.10:17). Tuhanlah yang berinisiatif, Dia berbicara
kepada kita, dan kita menjawab dengan mendengarkan-Nya.
Untuk bisa mendengarkan dengan baik,
dibutuhkan sikap rendah hati, seperti Tuhan punya cara mendengarkan umat-Nya
dengan ‘mencondongkan telinga-Nya’.
Sebaliknya manusia cenderung lari
dari relasi dialogis, berpaling dan “menutup telinga” sehingga
tidak perlu mendengar. Penolakan untuk mendengarkan seringkali berakhir dengan
penyerangan terhadap yang lain, sebagaimana terjadi pada para pendengar Diakon
Stefanus yang “sambil menutup telinga serentak menyerbu
dia”(Kis.7:57).
Paus Fransiskus mengatakan “Tuhanlah
yang berinisiatif, Ia berbicara kepada kita, dan kita menjawab dengan
mendengarkan-Nya. Pada akhirnya pendengaran ini pun berasal dari rahmat-Nya,
sama seperti anak baru lahir yang menanggapi tatapan dan suara ibu dan ayahnya’.
Tuhan Yesus mengajak para murid-Nya
untuk mengevaluasi kualitas pendengaran mereka. “Perhatikanlah cara kamu
mendengar!” (Luk.8:18): inilah permintaan Yesus setelah memaparkan
perumpamaan tentang penabur. Ini merupakan sebuah desakan bahwa tidak cukup
hanya dengan mendengar, tetapi perlu dan mutlak untuk mendengarkan dengan
baik. Hanya mereka yang menerima Sabda Tuhan dengan hatinya yang “jujur
dan baik” dan memelihara-Nya dengan tekun yang akan menghasilkan buah
kehidupan dan keselamatan (Luk.8:15). Hanya dengan memperhatikan siapa
yang kita dengarkan, apa yang kita dengarkan dan bagaimana kita mendengarkan, kita
dapat tumbuh dalam seni berkomunikasi
yang intinya bukan teori atau Teknik, tetapi “keterbukaan hati yang
memungkinkan kedekatan”.
Coba kita koreksi diri selama ini.
Apakah kita sungguh mendengarkan Tuhan yang berbicara kepada kita Ketika
Firman-Nya dibacakan saat misa atau beribadat? Mungkin ‘saya’
adalah salah satu yang kurang mendengarkan Sabda-Nya karena saya asyiik dengan
HP selama misa dan beribadat.
Mendengarkan sebagai Syarat
Komunikasi yang Baik
Ada perbedaan antara ‘mendengarkan’ dan ‘menguping’. ‘Menguping’
lebih pada memata-matai, mengeksploitasi orang lain untuk kepentingan diri
sendiri. Ini sangat berbahaya di dalam era jejaring social dewasa ini. ‘Mendengarkan’
adalah sebuah kondisi untuk saling memberi diri: mendengar dan didengar.
Mendengarkan orang yang didepan kita, bertatap muka, dan mendengarkan orang
lain yang kita dekati dengan keterbukaan tulus, percaya diri, dan jujur
merupakan hal yang secara khusus membuat komunikasi menjadi baik dan penuh
manuisawi.
Sangat disayangkan, dalam keseharian
kita ‘kurang mendengarkan’ ini sering terjadi. Yang ada hanyalah ‘saling membicarakan masa lalu satu sama
lain’ alias gossip.
Mendengarkan Satu Sama lain di dalam
Gereja
Menurut bapa Suci Paus Fransiskus
bahwa di dalam Gereja juga ada kebutuhan dasar untuk mendengarkan dan saling
mendengarkan satu sama lain. Inilah hadiah paling berharga yang dapat kita
tawarkan satu sama lain. Paus Fransiskus mengatakan, “Orang-orang Kristen
lupa bahwa pelayanan mendengarkan telah dipercayakan kepada mereka oleh Dia
yang adalah Pendengar yang baik dan yang pekerjaannya harus mereka bagikan.
Kita harus mendengarkan dengan telinga Tuhan agar kita dapat mengucapkan firman
Tuhan.”
Mengutip pernyataan teolog Protestan,
Dietrich Bonhoeffer, yang mengingatkan kita bahwa pelayanan
pertama yang kita berikan kepada orang lain dalam prsekutuan yaitu:
mendengarkan mereka. Siapa yang tidak tahu mendengarkan saudara laki-laki atau
perempuannya akan segera tidak mampu mendengarkan Tuhan.
Adalah tugas pastoral yang penting
juga “Kerasulan Telinga”_ mendengarkan sebelum berbicara_ seperti
nasihat rasul Yakobus: “Biarlah setiap orang cepat mendengar, lambat
berbicara”(Yak. 1:19). Memberi sedikit waktu kita secara bebas untuk
mendengarkan orang lain adalah Tindakan pertama dari amal kasih.
Marilah kita memohon cahaya Roh Kudus
agar memberikan kita kemampuan untuk mendengarkan sesama dan alam semesta
dengan telinga hati kita yang bening dan tulus, serta membiarkan keheningan
berbicara di dalam kalbu hati kita yang tulus. Itulah kasih yang kita amalkan
agar sesama pun memperoleh keselamatan dan kebahagiaan kekal. Diri dan hati
kita adalah alat komunikasi cinta karena mampu mendengarkan sesama.
Salam dan
berkat,
Pastor
Paroki EKUKARDO,
P. Kris
Sambu, SVD
Terima kasih Opa Pater
BalasHapus