MENIMBA KEKUATAN DARI EKARISTI

 Renungan Hari Minggu, 30 April 2022

Hari Minggu III Paskah

Kis. 5:27b-32.40b-41;  Why.5:11-14;  Yoh. 21:1-19 (singkat 21;1-14)


Sakramen Ekaristi merupakan puncak perjuangan hidup seorang beriman. Sebab melalui Sakramen Ekarsti seorang beriman mengambil bagian dalam persekutuan dengan Yesus sendiri. Kita menyantap Tubuh dan Darah (Roti dan Anggur yang sudah berubah jdi Tubuh dan Daraha-Nya) Kristus. Yesus sendiri sudah bersabda, "Barangsiapa makan Tubuh-Ku dan minum Darah-Ku, ia tidak akan lapar dan haus lagi." Oleh sebabb itu setiap orang beriman sudah seharusnya berusaha untuk menjumpai Yesus di dalam Misa Kudus, merayakan Ekaristi suci.

Pada Minggu III Paskah ini, bacaan Injil secara kasatmata menjelaskan kepada kita tentang Ekaristi melalui perjumpaan Yesus yang bangkit dengan para murid-Nya di tepi danau Genesaret. Para murid yang sedang galau dan putus asa karena perpisahan tragis dengan Yesus andalan mereka, kini kembali di dalam rutinitas mereka sebelumnya, yakni menjadi nelayan. Harapan mereka akan masa depan yang cerah bersama Yesus, seolah-olah sudah sirna. Iman mereka mulai luntur. Oleh sebab itu ketika Yesus menampakkan diri kepada mereka, mula-mula mereka tidak mengenal-Nya. Wajar dan manusiawi bahwa Yesus sudah mati, bagaimana mungkin Dia ada lagi di sini? Mungkin begitu kira-kira keraguan hati yang terjadi. Proses pengenalan kembali terhadap Yesus justru terjadi setelah melewati beberapa tahap yang dramatis.  Yesus datang, menyapa mereka sebagai anak-anak dan meminta lauk pauk. Karena mereka tidak punya lauk pauk maka Yesus menyuruh mereka menebarkan jala lagi. Sekalipun ada keluhan bahwa semalam-malaman mereka sudah berjaga namun tidak mendapat ikan, tapi mereka lakukan juga. Apa yang terjadi? Dalam waktu sekejap mereka sudah menangkap banyak ikan. Di sinilah iman mereka bertumbuh dan kuat lagi. Kata murid yang dikasihi Yesus, "Itu Tuhan." Dia menjadi sadar, bahwa yang menyuruh mereka adalah Tuhan. 

            Marilah dan sarapanlah! Tuhan sendiri menyediakan bagi kita!

Ketakjuban para murid semakin bertambah  ketika mereka mendarat, ternyata di tepi pantai Yesus sudah menyiapkan roti dan ikan bakar. Hal yang sudah bisa dilakukan Yesus bersama mereka yakni mengajak mereka untuk makan bersama, "Marilah dan sarapanlah." Ini adalah rumusan Ekaristik yang diwariskan Yesus bagi kita sampai saat ini ketika merayakan Ekaristi, "Terimalah dan makanlah... Terimalah dan minumlah .....!" Yesus sendirilah yang menyiapkan santapan jiwa dan raga bagi kita, melalui Tubuh dan Darah-Nya sendiri. Inilah makna terdalam Ekaristi, kita berjumpa dan bersatu dengan Tuhan secara sempurna.

Oleh sebab itu, pada perayaan dan permenungan Sabda Tuhan ini kita menimba beberapa pesan dan nilai yang sangat berguna bagi kita:

1. Kita diajak untuk selalu belajar mengenal Tuhan di dalam Ekaristi. Oleh sebab itu kita harus sungguh-sungguh mempersiapkan diri dalam merayakan Ekaristi dan menyambut Tubuh Tuhan Yesus. 

2. Seperti Yesus yang sudah membagi-bagikan Tubuh-Nya dan menumpahkan Darah-Nya dalam wujud roti dan anggur itu, kita orang-orang beriman diajak untuk rela berkorban bagi sesama, melayani dengan ketulusan hati, dan memberi semangat hidup bagi yang lemah lesu dan berputus asa.

3. Ekaristi yang menghadirkan Yesus itu sudah terjelma di dalam kehidupan kita sehari-hari ketika kita duduk makan bersama sambil bersyukur di dalam keluarga, komunitas, kelompok, dan sebagainya. Di sana Tuhan hadir memberkati rejeki makanan yang kita nikmati, sebab itu adalah karunia Tuhan. Ketika kita duduk makan bersama, kita mengalami perjamuan di dalam Tuhan. Amat disayangkan bila "aktus duduk makan bersama" diabaikan oleh keluarga, komunitas, kelompok kita. Kita mengabaikan persekutuan yang dibangun Yesus bersama para murid-Nya, "Marilah dan sarapanlah". Betapa pentingnya kita duduk makan bersama sambil bersyukur atas rejeki yang diterima, apapun bentuknya. Namun kenyataan dewasa ini, sekalipun duduk satu meja, orang lebih sibuk dengan HP dan berkomunikasi dengan orang lain di luar sana. Yang dekat jadi jauh, HP mendekatkan yang jauh dan mengabaikan persekutuan yang sudah terbangun. Anak-anak (juga orang dewasa)  lebih tekun dan asyik bermain game saat duduk makan bersama, ketimbang mendengarkan percakapan sesama. Ciri Ekaristik yang nyata terjadi di tengah kehidupan bersama di dalam keluarga dan komunitas.

Marilah kita memohon rahmat Roh Kudus agar senantiasa memberikan pencerahan bagi hati kita sehingga kita sungguh-sungguh mengalami suasana ekaristik di dalam kehidupan nyata.


Salam dan berkat,

Pastor Paroki EKUKARDO,

P. Kris Sambu, SVD  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

INILAH TUBUH-KU, INILAH DARAH-KU

TERANG YANG BENAR MENGHALAU KEGELAPAN DOSA

BETAPA DAHSYATNYA DOA ITU