BUKAN AKU, YA RABI?

 Renungan Hari Rabu Pekan Suci, 13 April 2022

Yes. 50:4-9a;  Mat. 26: 14-25

Madah Hamba Yahwe hari ini memuji kebesaran Tuhan yang selalu membela orang-orang yang percaya kepada-Nya. Sekalipun menghadapi banyak penderitaan dan siksaan, tantangan dan kesulitan, Hamba Yahwe tetap percaya bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan dia. Tuhan adalah batu karang perlindungannya, maka ia meneguhkan hatinya seteguh batu karang itu. 

Setiap orang beriman mestinya belajar dari kesetiaan Hamba Yahwe ini. Bhawa di dalam hidup ini kita tidak luput dari berbagai bentuk kesulitan dan tantangan, cobaan dan godaan, bahkan pengkhianatan dari orang-orang dekat sendiri. Jika sesama dapat melakukan hal itu, maka Tuhan tidak akan pernah berkhianat terhadap cinta-Nya sendiri terhadap umat-Nya.

Yesus di dalam injil secara terus terang bahwa salah seorang murid-Nya akan mengkhianati Dia. Situasi itu sungguh menggoncangkan mereka. Ada yang mulai bertanya-tanya tentang diri sendiri, apakah dia yang dimaksudkan Yesus. Akan tetapi pertanyaan mereka dalam bentuk negatif, "Bukan aku, ya Tuhan?" Sebuah pertanyaan di atas keraguan tentang dirinya sendiri. Belum yakin bahwa dirinya murni dan bersih dan tidak mempunyai niat untuk mengkhianati Sang Guru. Hal ini sebetulnya hendak mengungkapkan juga bahwa iman mereka belum mendalam, keyakinan sebagai murid terhadap Gurunya belumlah utuh dan sempurna. Bagaimana dengan kita?

                    Bukan aku, ya Rabi?

Akan tetapi berbeda dengan pertanyaan Yudas Iskariot yang sesungguhnya telah berniat untuk mengkhianati Yesus, maka pertanyaannya merupakan sebuah basa-basi karena teman-teman lain sudah bertanya seperti itu. Oleh sebab itu pertanyaan, "Bukan aku, ya Rabi?" merupakan sebuah rumusan kepura-puraan untuk menutupi rencana jahat yang telah dirancangnya. Sebab itu Yesus menjawab secara khusus pertanyaannya, "Engkau telah mengatakannya!" Yesus menegaskan bahwa Yudas sesungguhnya tidak perlu bertanya lagi, sebab dia sendiri sudah tahu apa yang direncanakan terhadap Yesus.

"Bukan aku, ya Rabi?" seringkali menjadi pertanyaan kita di dalam relasi yang tidak tulus dengan sesama. Hal serupa acapkali terjadi di dalam kehidupan kita sehari-hari di tengah keluarga, komunitas, masyarakat dan dunia pada umumnya. Ketika kita hanya berpura-pura baik dengan sesama di bibir saja, hati kita penuh dengan kebencian, balas dendam, pengkhianatan.

Seorang bapak memiliki dua anak laki-laki yang sudah besar dan berkeluarga pula. Kepada mereka diwariskan beberapa bidang tanah yang menjadi milik masing-masing. Namun di dalam hatinya, si sulung sangat membenci adiknya karena mendapat tanah yang lebih subur dan strategis menurut pengamatannya. Maka ketika adiknya jatuh sakit suatu saat, dia sangat berharap di dalam hatinya agar adiknya tidak sembuh dan mati. Akan tetapi untuk mengelabui keluarga dan tetangga, dia sangat memberi perhatian selama adiknya sakit. Akhirnya adiknya meninggal, dokter tidak mampu memberikan pertolongan terbaik. Penyakitnya sudah merenggut nyawa si adik. Dengan air mata "buaya"nya dia meratapi adiknya sejadi-jadinya. Setelah selesai acara doa penutup 'duka', si sulung ini mulai beraksi mewujudkan niat jahatnya. Dia mengusir isteri dan anak adiknya untuk kembali ke rumah orangtuanya. Dengan demikian, tanah warisan adiknya dijadikan miliknya sendiri. "Bukan aku, ya Rabi?" Jawaban Yesus seringkali tertuju kepada kita masing-masing, "Engkau telah mengatakannya!"

Marilah kita memohon rahmat pertobatan dan belaskasihan tulus dari Roh Kudus agar kita bukan menjadi pengkhianat Tuhan dan sesama.


Salam dan berkat,

Pastor Paroki EKUKARDO,

P. Kris Sambu, SVD    

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

INILAH TUBUH-KU, INILAH DARAH-KU

TERANG YANG BENAR MENGHALAU KEGELAPAN DOSA

BETAPA DAHSYATNYA DOA ITU