SESUNGGUHNYA YANG BERBAHAGIA YAITU MEREKA YANG TELAH BERTEKUN
Renungan Hari Jumat, 25 Februari 2022
Hari Biasa Pekan VII/Tahun C/2 (H)
Yak. 5:9-12; Mrk. 10:1-12
Santu Yakobus mengingatkan kita para beriman untuk hidup dalam ketekunan dan kesabaran. Jangan cepat putus asa, jangan bersungut-sungut dan saling mempersalahkan satu sama lain. Rupanya Yakobus sangat tahu sifat manusia ini suka bela diri dengan mempersalahkan orang lain.
Yakobus memberi contoh ketekunan dari tokoh Kitab Suci, yakni Ayub. Ayub seorang yang sangat tekun dan sabar di dalam berbagai-bagai cobaan hidup. Oleh sebab itu sudah pantas kalau Tuhan mengganjari dia dengan belaskasihan dan kebahagiaan. Itu sebabnya Yakobus menyanjung orang yang berbahagia adalah orang yang sudah hidup dalam ketekunan. "Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun."
Satu hal lagi yang dipesankan oleh Yakobus untuk kita orang beriman adalah kejujuran hati dan jangan bersumpah palsu baik demi surga maupun demi bumi atau yang lainnya. "Jika ya, hendaklah kalian katakan ya. Jika tidak, hendaklah kalian katakan tidak, agar kalian tidak terkena hukuman." Tidak mudah menghayati pesan Yakobus ini di tengah dunia yang semakin rumit situasinya. Sogok menyogok dan ingin cari keamanan diri sendiri sudah menjadi momok bagi orang beriman. Bisa saja orang menjual imannya demi kenyamanan diri di hadapan dunia dan kenikmatan sesaat. Jika demikian (orang menjual imannya), maka hukuman sudah tersedia baginya.
Yesus di dalam injil hari ini bersoal jawab dengan orang-orang farisi yang hendak mencobai Dia dengan mengajukan pertanyaan tentang 'perceraian'. Hukumnya sudah jelas, hanya orang sulit untuk menjalankannya secara konsekuen. Mengapa tidak dapat menjalankannya secara konsekuen? Jawabannya, karena mereka tidak bertekun. Karena mereka tidak bertekun, maka mereka cari jalan termudah (mungkin cari enak sendiri), adalah 'bercerai'. Hidup berkeluarga memang tidak mudah, namun bukan berarti tidak bisa atau tidak mungkin. Para tokoh Kitab Suci seperti Ayub sudah membuktikannya. Semuanya bisa dilewati jika orang bertekun dalam iman dan kesabaran dalam menghadapi tantangan. Jadi bagi pasangan suami isteri, ketika menghadapi kesulitan, tidak selamanya berakhir dengan 'perceraian'. Masih ada jalan yang bisa ditempuh untuk penyelesaiannya. Pertanyaannya, 'apakah orang bertekun dalam perjuangan untuk mempertahankan bahtera keluarga?' Sejak semula Tuhan tidak mengijinkan perceraian, 'Apa yang dipersatukan Allah, janganlah diceraikan manusia.' Akan tetapi nafsu serakah dan kecenderungan untuk membenarkan diri, mereka mendesak Musa untuk membuat surat cerai. Hal itu sama saja dengan yang dikatakan oleh Yakobus tadi, 'mereka hidup dengan bersungut-sungut dan saling mempersalahkan.'
Kita sebagai orang-orang yang setia dengan hukum Tuhan dan menjadi murid Yesus sendiri, kiranya kita menjadi sadar bahwa kita dipanggil untuk hidup di dalam kejujuran, ketekunan dan tidak saling mempersalahkan. Untuk itu kita perlu bantuan Roh Kudus yang memampukan kita dalam menghayati Sabda-Nya ini di dalam kehidupan kita sehari-hari.
Salam dan berkat,
Pastor Paroki EKUKARDO,
P. Kris Sambu, SVD
Amin...trmksh.
BalasHapusTrmksh Pater
BalasHapus