KALAU ENGKAU MAU, ENGKAU DAPAT MENTAHIRKAN AKU
Renungan Hari Kamis, 13 Januari 2022
Hari Biasa Pekan I, Tahun C/II
1Sam. 4:1-11; Mrk. 1:40-45
Kerendahan hati dan keikhlasan meminta menjadi syarat dasar kita mengharapkan bantuan dari pihak tertentu. Ada orang yang meminta bantuan bukan karena dia membutuhkan, melainkan arena ingin mencobai suatu pihak (seseorang), apakah dia bisa beri atau tidak. Akan tetapi ada yang dengan sungguh-sungguh meminta karena dia tidak dapat berbuat apa-apa jika tidak dibantu. Permintaan yang tulus dengan segala kerendahan hati akan membangkitkan rasa iba dan belaskasihan kepada seseorang yang diminta bantuannya.
Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku!Bacaan-bacaan hari ini menyingkapkan dua sikap di atas. Bacaan pertama dari kitab Samuel hendak memperlihatkan arogansi sikap bangsa pilihan itu. Rasa-rasanya mereka menjadi 'besar kepala' dengan segala yang mereka raih dan miliki saat ini. Oleh sebab itu mereka coba berperang melawan orang Filistin dengan kekuatan sendiri. Alhasil, mereka kalah dan para tentaranya berguguran. Pada saat menghadapi situasi seperti itu baru mereka ingat Tuhan. Akhirnya kehadiran Allah (Tabut Perjanjian) yang mereka jemput dari Silo, bukan atas dasar kesungguhan hati yang membutuhkan, melainkan mereka hanya sekedar menguji Allah, apakah bisa membela mereka. Hati yang tidak tulus semacam itu justru tidak berkenan di hadapan Tuhan. Kekalahan semakin besar karena mereka tidak menghormati Allah mereka sendiri. Allah dijadikan tameng untuk berperang melawan musuh pada saat mereka terpojok. Sikap seperti itu kiranya tidak ditiru oleh umat beriman saat ini. Hendaknya kita semakin sadar bahwa segala prestasi dan keberhasilan kita tidak membuat kita merasa hebat dan 'bisa' untuk melakukan segala sesuatu. Kita harus bersikap rendah hati dan meminta dengan penuh kejujuran.
Pelajaran yang sangat bagus dan menjadi contoh bagi kita adalah sikap seorang yang sakit kusta di dalam injil. Dia adalah orang beriman. Dia bersikap rendah hati dan memohon dengan ketulusan yang penuh agar sakitnya itu disembuhkan oleh Yesus. "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku!" Terhadap pribadi seperti ini justru Yesus merasa iba dan berbelas kasih. 'Aku mau, jadilah engkau tahir.' Tuhan tidak akan menunda untuk mengabulkan doa orang jujur dan rendah hati. Orang itu pun disembuhkan dari kustanya.
Sekian sering kita merasa bahwa doa-doa kita tidak diindahkan oleh Tuhan. Sebetulnya bukan Tuhan tidak mengindahkan, melainkan karena kita salah bersikap dan salah berdoa. Kita masih mempunyai sikap ragu dan kurang yakin, 'apakah benar Tuhan akan membantu aku?' atau pun kita meminta hanya sekedar formalitas, sebab kita sudah punya konsep dan pikiran sendiri, 'saya bisa'. 'Saya punya duit yang cukup, dan sebagainya'. Nah, ketika perasaan hati, pikiran dan tindakan kita masih dominan dan Tuhan dikesampingkan (ingat bangsa Israel), maka kita selalu kalah. Kalah dalam berperang melawan sikap angkuh kita, sikap skeptis kita, dan juga mungkin kita sudah punya alternatif pilihan, sehingga Allah hanya sekedar dihadirkan.
Sebaliknya kalau kita sungguh beriman maka kita akan sungguh bersikap rendah hati pasrah kepada penyelenggaraan Allah. Cepat atau lambat itu hak Tuhan mengabulkannya. Kita harus bersikap seperti orang kusta itu, "Kalau Tuhan kehendaki, kalau Tuhan berkenan.....maka segalanya terjadi". Ini harus menjadi keyakinan kita. Tuhan dihadirkan karena kita sungguh percaya, Tuhan bukan pilihan alternatif tambahan.
Marilah kita memohon rahmat Roh Kudus agar memampukan kita menghayati Sabda-Nya ini dalam kehidupan kita sehari-hari.
Salam dan berkat,
Pastor Paroki EKUKARDO,
P. Kris Sambu, SVD
Yo..ptr maksh byk tuk renunganx.
BalasHapus