AKULAH YANG MEREKA TOLAK
Renungan Hari Jumat, 14 Januari 2022
Hari Biasa Pekan I/Tahun C/II
1Sam. 8:4-7.10-22a; Mrk. 2:1-12
Kisah sedih terus berlanjut bagi bangsa pilihan Israel. Tragedi itu terjadi atas kesalahan sendiri. Mereka mulai berbuat ulah dan lupa akan penyelenggaraan Tuhan atas hidup mereka, sejak masa nenek moyang mereka; mereka dibebaskan dari perbudakan Mesir dan dituntun ke tanah air terjanji yang memerdekakan. Namun karena hati mereka yang tegar dan nurani mereka yang beku, Tuhan yang menjadi sumber kekuatan mereka, justru dikesampingkan. Mereka larut dalam eforia kekuatan dan kemampuan sendiri. Ketika Samuel sudah tua, mereka merasa inilah saatnya bagi mereka untuk menuntut seorang raja baru bagi mereka. Samuel sesungguhnya masih memberikan kesempatan bagi mereka untuk berpikir ulang, apakah keputusan yang mereka sudah buat itu baik dan berguna ataukah akan mendatangkan maut bagi mereka? Namun segala penjelasan Samuel tidak bermanfaat sama sekali. Tuhan semesta alam meneguhkan dan menghibur Samuel bahwa segala sikap dan tindakan bangsa itu bukan ungkapan penolakan terhadap Samuel, melainkan terhadap Tuhan sendiri. Oleh sebab itu luluskan segala permohonan dan tuntutan mmereka. "Dengarkanlah perkataan bangsa itu! Segala hal yang mereka katakan kepadamu, turutilah! Sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi Akulah yang mereka tolak!"
Aksi penolakan terhadap Tuhan itu masih berlanjut sampai pada masa Yesus dan sampai masa dewasa ini dengan berbagai bentuk dan cara yang berbeda-beda. Pada masa Yesus seperti dalam kisah injil hari ini, melalui para ahli taurat, orang farisi dan para pemuka Yahudi mereka menolak Yesus yang berbuat baik dengan menyembuhkan orang lumpuh dan mengampuni dosa. Mereka merasa terusik kewibawaannya sebab Yesus melakukan banyak perbuatan ajaib dan dapat mengampuni dosa. Bagi mereka, perbuatan Yesus melawan hukum. Namun dengan itu semakin jelas bahwa mereka menolak Tuhan yang berkuasa atas hari sabat dan berkuasa memberikan pengampunan atas dosa-dosa orang. Kemahakuasaan Tuhan Yesus tidak diakui, mereka masih terus mencari pemimpin yang lain; mereka membenci dan mencari-cari alasan untuk menolak pemimpin yang sudah hadir di hadapan mereka.
Orang lumpuh diturunkan dari atas atap rumahSatu hal yang perlu direnungkan adalah ketika mereka yang tahu hukum, paham ajaran taurat, berpengetahuan tinggi dan memiliki status sosial terhormat dalam masyarakat menolak kehadiran Tuhan Yesus, justru semakin banyak rakyat kecil, orang-orang sakit, mereka yang terpinggirkan, orang-orang berdosa dan kerasukan roh-roh jahat berbondong-bondong datang kepada Yesus. Apa artinya itu? Itu artinya, segala ajaran dan perkataan mereka hampa, tanpa isi yang bermanfaat bagi orang-orang kecil ini. Sedangkan ajaran dan perbuatan Yesus membebaskan mereka: bebas dari sakit penyakit, bebas dari lapar dan haus, bebas dari dosa dan tekanan sosial, bebas dari belenggu roh-roh jahat. Maka pantaslah kalau mereka mengagungkan Yesus sebagai Juruselamat yang sudah hadir di tengah mereka. Bagi pemuka Yahudi, hal ini adalah gangguan dan ancaman terhadap kewibawaan mereka.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, hal serupa sering kita jumpai sampai dewasa ini. Ada orang yang dianggap mengerti peraturan dan hukum, punya kemampuan intelektual yang baik, kemapanan hidup ekonomi, memiliki peran dalam kehidupan sosial masyarakat (jabatan tertentu), dan berbagai kemampuan lain yang mestinya sangat diandalkan; akan tetapi di dalam kenyataan, justru tokoh-tokoh inilah yang menjadi sumber keresahan. Sebab mereka dapat saja menyalahgunakan kemampuan yang dimiliki untuk mempengaruhi orang-orang lain (kecil dan sederhana dalam banyak hal) untuk membangkang, menolak segala program dan rencana yang baik, membawa pengaruh yang buruk bagi sesama, menghasut untuk boikot suatu kegiatan bersama, dan sebagainya.
Injil hari ini menunjukkan sikap orang-orang itu dengan egoisme yang tinggi dan hilangnya bela rasa terhadap si sakit, tidak memberikan jalan, kesempatan untuk mendekati Yesus, Sang Tabib. Oleh sebab itu, tindakan orang-orang yang mengusungnya dengan membongkar atap rumah, sesungguhnya sebuah bentuk gugatan terhadap egoisme para pemuka Yahudi itu dan orang-orang lainnya. Melalui Sabda Tuhan ini, kita diajak untuk "membongkar" kurungan egoisme diri kita, sikap apatis dan penolakan kita terhadap segala sesuatu yang baik dari pihak lain. Kita menolak seseorang dengan segala hal kebaikan yang dilakukan, sama dengan kita menolak Tuhan, sumber kebaikan itu sendiri.
Beranikah kita membongkarnya? Marilah kita memohon rahmat Roh Kudus agar memampukan kita menghayati Sabda-Nya ini dengan baik di dalam kehidupan kita sehari-hari.
Salam dan berkat,
Pastor Paroki EKUKARDO,
P. Kris Sambu, SVD
Amin....semoga kita bisa.
BalasHapus