CINTA KASIH KRISTUS YANG MENGGERAKKAN PERSAUDARAAN (1Ptr. 1:22)
Renungan Malam Natal, 24 Desember 2021
Yes. 9:1-6; Tit. 2:11-14; Luk. 2:1-14
Cinta kasih Kristus yang menggerakkan persaudaraan, merupakan tema Natal kita pada tahun 2021. Pemilihan tema ini berangkat dari keprihatinan bersama terhadap realitas hidup selama tahun 2021 ini, di mana berbagai kondisi sulit yang terjadi di tanah air kita, antara lain, salah satunya adalah pandemi covid-19. Akibat pandemi covid-19 sudah banyak terjadi kematian yang sangat menyedihkan. Menyedihkan bukan hanya karena kita kehilangan orang-orang yang kita kasihi, melainkan karena cara mereka dihantar ke tempat istirahat terakhir yang jauh dari tatacara manusiawi dan beradab, kita tidak dapat mendekati dan memberikan penghormatan terakhir secara wajar sebagaimana biasanya. Selain pandemi covid-19, negeri kita masih ditimpa berbagai bencana alam yang tidak sedikit menelan korban nyawa dan material. Sementara itu tidak sedikit pula terjadi pelbagai jenis kejahatan yang silih berganti di beberapa daerah negeri ini. Belum lagi, keprihatinan itu semakin bertambah ketika menyaksikan kesenjangan sosial yang terjadi di dalam masyarakat: kaya - miskin; mampu - tidak mampu, yang nampak jelas pada pemenuhan kebutuhan dasar dan kesehatan di masa pandemi covid-19. Segala bentuk keprihatian dan rasa pilu itulah yang mendorong umat beriman melalui para petinggi Gereja (PGI dan KWI) untuk merumuskan sebuah tema Natal tahun 2021 ini, "Cinta kasih Kristus yang menggerakkan persaudaraan"(1Ptr. 1:22). Dengan melalui tema ini semua kita orang beriman diajak untuk merefleksikan makna Natal yang tengah kita rayakan sebagai bentuk solidaritas Allah bagi kita yang tengah dilanda pandemi dosa dalam kehidupn ini.
Kelahiran Yesus di kandang Betlehem di malam yang gelap gulita menandai masuknya Sabda Allah yang menjelma menjadi manusia sekaligus menjadi terang yang menghalau kegelapan dosa manusia itu. Sebab dengan kelahiran Sang Sabda itu, kemanusiaan kita disucikan, martabat kita ditinggikan oleh kehadiran-Nya. Dengan demikian Yesus menjadi saudara bagi semua orang tanpa dibatasi oleh sekat-sekat dan perbedaan-perbedaan: suku, agama, ras, bahasa dan alirannya. Sehingga di dalam Yesus, seluruh umat manusia adalah saudara satu sama lain. Oleh sebab itu kata-kata Paulus dalam suratnya kepada Titus menjadi nyata, "Sudah nyatalah karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia" (Tit. 2:11).
Pengalaman akan kebersamaan sebagai saudara menyata ketika semua orang, termasuk Yusuf dan Maria, mentaati perintah Kaiser untuk mendaftarkan diri masing-masing di kota asalnya (bdk. Luk. 2:3). Yesus dilahirkan di dalam pengalaman kebersamaan ini. Peristiwa inkarnasi (Allah menjelma menjadi manusia) menjadi bukti yang paling valid dan jelas tentang solidaritas Allah terhadap manusia. Maka, kita diajak untuk senantiasa menjunjung tinggi nilai persaudaraan dan terus mempertahankannya, sebab kelahiran Yesus merupakan sumber inspirasi yang mendasari semuanya itu. Martabat sebagai manusia haruslah lebih diutamakan daripada perbedaan-perbedaan yang ada, baik dalam cara pandang kita, sikap dan perlakuan kita, serta tindakan-tindakan kita terhadap sesama.
Jika hidup kita sudah diliputi dengan suasana persaudaraan yang sejati, maka terpenuhilah nubuat Yesaya bahwa kita kini sudah melihat TERANG yang besar yang tengah bersinar menghalau segala kekelaman hidup kita yang diliputi dosa. Maka pantaslah kita bersorak-sorai dan merayakannya dengan sukacita. Sukacita itu semakin berlimpah-limpah dan bertambah-tambah karena kita merayakannya dalam suasana persaudaraan dan solidaritas yang tulus ikhlas.
Marilah kita senantiasa memohon rahmat Tuhan dalam Roh Kudus, agar semangat solidaritas dan persaudaraan itu terus dan tetap menjiwai kita dalam hari-hari hidup kita selanjutnya, sehingga wajah bumi kita yang berselisih dan penuh percekcokan diubah menjadi bumi yang damai, rukun dan penuh cinta kasih.
Selamat Natal!
Pastor Paroki EKUKARDO,
P. Kris Sambu, SVD
Komentar
Posting Komentar