KAMI TIDAK DAPAT MENYIMPANG SEDIKITPUN DARI AGAMA KAMI

 Renungan Hari Kamis, 18 Nopember 2021

1Mak. 2:15-29; Luk. 19:41-44


'Pindah agama' dengan dalil sama saja di mana-mana kita menyembah Tuhan yang sama hanya dengan cara berbeda. Apakah benar demikian? Sebetulnya masih banyak alasan lain yang dijadikan sebagai latar belakang tindakan 'murtad' tersebut. Lalu untuk pembenaran diri dikatakan bahwa di mana-mana dan dengan cara apapun kita menyembah Tuhan yang sama. Ada yang karena pernikahan, ikut pasangannya. Ada yang karena jabatan dan posisi strategis di bidang politik, pemerintahan, perusahaan, dan sebagainya. Ada yang lebih 'sadis' dengan alasan "Gereja tidak buat apa-apa untuk saya", sedangkan di tempat lain saya dijamin secara ekonomis, lapangan kerja, posisi dalam jemaat, dan sebagainya.

Kami tidak dapat menyimpang dari agama kami

Situasi 'chaos'  semacam ini sesungguhnya sudah terjadi pada zaman Perjanjian Lama, masa Makabe. Matatias adalah salah seorang Yahudi setia yang tetap bertahan pada imannya kepada Yahwe. Ia bersama anak-anaknya sekeluarga. "Aku serta anak-anak dan kaum kerabatku hendak tetap hidup menurut perjanjian nenek moyang kami."  Matatias adalah orang benar di hadapan Allah. Ia adalah seorang yang setia kepada Allah dan memiliki komitmen iman yag teguh. Ia tahu arah dan tujuan hidupnya. Situasi kontras sering kali kita lihat dan alami dalam kehidupan sosial kita. Benarlah kalau orang mengatakan bahwa "kesetiaan itu mahal" harganya. Sebab tidak sedikit orang yang karena himpitan ekonomi, karena relasi dan jabatan atau posisi sosial serta popularitas diri, lebih mudah mengikuti arus dan tawaran, sekalipun harus mengorbankan keyakinan dan kepercayaannya. Kita bisa belajar banyak hal dari Matatias dari bacaan pertama hari ini.

Di dalam injil dikisahkan Yesus menangisi Yerusalem ketika Dia hendak memasuki kota itu. Dari kejauhan Yesus menyaksikan umat-Nya yang tidak menyadari akan dosa dan kesalahan mereka. Sesungguhnya Yesus menangis bukan karena kelak Dia akan ditolak, dianiaya, disiksa dan disalibkan serta dibunuh; tetapi Dia meratapi Kota Allah itu karena penduduknya tidak tahu apa yang paling mereka butuhkan bagi kebaikan dan kehidupan akhiratnya. Tuhan sudah datang melawati mereka, namun mereka "tidak tahu dan tidak mau tahu" sehingga kemudian mereka mengalami kebinasaan. 

Yesus juga seringkali menangisi kita karena dosa dan kesalahan kita. Yesus menangisi kita karena kedegilan hati kita yang tidak mau bertobat. Tangisan Yesus adalah tangisan belaskasihan dan cinta kasih-Nya yang agung. Dia rela mengorbankan nyawa-Nya agar dapat membawa pulang kita ke pangkuan Bapa surgawi. Apakah kita masih menutup hati kita dan mencela Tuhan bahwa Dia tidak memperhatikan kita? Beranikah kita meneladani sikap Matatias yang lebih memilih taat kepada hukum-hukum Tuhan daripada tunduk kepada tawaran 'duniawi' yang tidak menjamin kehidupan kekal?

Marilah kita memohon rahmat Roh Kudus agar memampukan kita menghayati Sabda-Nya dengan baik dan benar dalam kehidupan kita sehari-hari

#KamiTidakMenyimpangDariAgamaKami

Salam dan berkat,

Pastor Paroki EKUKARDO,

P. Kris Sambu, SVD   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INILAH TUBUH-KU, INILAH DARAH-KU

TERANG YANG BENAR MENGHALAU KEGELAPAN DOSA

BETAPA DAHSYATNYA DOA ITU