JANGANLAH MENAMBAHI ATAU MENGURANGI HUKUM TUHAN
Renungan Hari Minggu Biasa XXII, 29-08-2021
Ul. 4:1-2.6-8; Yak. 1:17-18.21b-22.27;
Mrk. 7:1-8.14-15.21-23
Hanya ada dua penilaian dasar terhadap manusia baik secara pribadi maupun secara sosial, kelompok atau bangsa. Dasar penilaian pertama, adalah berdasarkan hal-hal material yang kasat mata kelihatan. Ada kekayaan berlimpah ruah. Ada status sosial yang tinggi dalam masyarakat sehingga dipandang hormat oleh banyak orang. Dan masih banyak lagi faktor pendukung lainnya. Ini dasar kuantitatif.
Dasar penilaian kedua, adalah kualitas hidup seseorang dan atau suatu kelompok atau suatu bangsa. Seorang pribadi atau sebuah bangsa yang berkualitas lebih mementingkan hal-hal non-material di dalam hidupnya. Suasana damai dan kerukunan, merupakan salah satu karakter bangsa yang saling membahagiakan, saling menolong dan memperhatikan, saling menghormati dan mengasihi satu sama lain. Kebijaksanaan yang dimiliki oleh para pemimpin merupakan kebiaksanaan para anggota atau warga bangsa itu. Semua menjadi paham bahwa di dalam kehidupan bersama dibutuhkan suatu kebijaksanaan hidup yang menjadi akar spiritualitas bangsa itu di dalam kehidupan nyata. Oleh sebab itu kebesaran diri bauk pribadi maupun secara sosial komunal, bukan hanya hal-hal material belaka sebagai tolak ukur, melainkan juga dan bahkan lebih penting adalah aspek-aspek kualitatif ini.
Bacaan pertama dari Kitab Ulangan hari ini, menunjukkan kepada kita bahwa bangsa Israel bakal menjadi bangsa besar lantaran memiliki dan menerapkan hukum-hukum yang adil. Hukum yang adil merupakan buah dari akal budi dan kebijaksanaan yang diterangi oleh Sabda Tuhan. Maka Musa mengajak umat Israel untuk setia mendengarkan dan melaksanakan Sabda Tuhan, serta terlebih lagi: "Janganlah kamu menambahi apa yang kuperintahkan kepadamu, dan janganlah kamu menguranginya" (Ul. 4:2).
Orang-orang farisi dan ahli taurat serta para pemimpin Israel merasa dirinya besar karena memiliki status sosial dan jabatan kekuasaan. Namun sesungguhnya mereka kerdil, tidak berkembang dan kecil. Mereka hidup dalam bayang-bayang ilusi. Mereka merasa diri sebagai penyambung lidah Tuhan, "ternyata ajaran yang mereka sampaikan adalah ajaran manusia". Mereka mengabaikan perintah Tuhan dan lebih memilih "berpegang pada adat-istiadat manusia" (Mrk. 7:7-8).
Kemunafikan merupakan ekspresi kekerdilan hati manusia. Oleh sebab itu, Rasul Yakobus menasihati kita orang orang kristiani: "Hendaklah kamu menjadi pelaku firman, dan bukan hanya pendengar. Sebab, jika tidak demikian, kamu menipu diri sendiri" (Yak. 1:22).
Kita perlu setia kepada tradisi namun harus diimbangi dengan kepekaan terhadap gerakan Roh yang dinamis. Orang kristiani juga perlu waspada terhadap setiap gerakan konservatisme yang kaku, ingin mempertahankan tradisi namun begitu kaku sehingga mengabaikan gerakan Roh Kudus yang mengutamakan tindakan kasih dan keadilan.
Marilah kita memohon rahmat Roh Kudus agar memampukan kita menghayati Sabda-Nya ini dalam kehidupan kita sehari hari dengan baik dan benar. Jangnlah menambahi atau mengurangi apa yang telah kuajarkan kepadamu!
#SalamYesusYangMengasihi
#JanganlahMenambahiAtauMengurangi
Salam dan berkat
dari Pastoran EKUKARDO,
Kris Sambu SVD
Maksh ptr..
BalasHapusMakasih kk pater.
BalasHapus