JANGAN MERAGUKAN KUASA TUHAN
Renungan Harian : Kamis, 05-08-2021
Bil. 20:1-13; Mat. 6:13-23
Salah satu fungsi media sosial (medsos) adalah untuk mempercepat menyebarkan berbagai informasi kepada dunia. Tidak mengherankan sekian sering orang-orang berlomba-lomba untuk menjadi yang pertama dalam memberikan informasi mengenai sesuatu hal. Pernah ada kejadian, dalam sebuah group WA diberitakan tentang ayah dari salah seorang anggota group meninggal dunia. Namun oleh beberapa anggota group yang lain karena kurang teliti membacanya, langsung disampaikan ujub doa memohon istirahat kekal bagi kawan anggota group itu, bukan ayahnya. Selanjutnya teman-teman yang lain hanya meneruskan informasi belasungkawa dari teman yang keliru, sehingga berderet-deretlah doa yang sama bagi teman tersebut. Ini salah satu bukti bahwa jika orang tidak teliti, gegabah untuk memberikan informasi, bisa berakibat fatal.
Yesus hari ini mengingatkan para murid-Nya untuk tidak memberitahukan kepada siapapun bahwa Dialah Mesias. Mengapa demikian? Bukankah Yesus akan segera terkenal dan populer jika murid-murid-Nya menyebarluaskan tentang Diri-Nya? TIDAK! Yesus masih perlu memperdalam iman para murid-Nya, masih terus memberikan pemahaman yang benar tentang misi dan Diri-Nya. Tujuannya adalah supaya orang bisa mendapatkan informasi yang tepat, tidak bimbang, tidak setengah-setengah mengimani Dia.
Yesus dapat membuktikan bahwa para murid-Nya belum memahami misi dan Diri-Nya secara tepat. Lihatlah, Simon Petrus sebelumnya sudah dipuji Yesus karena memberikan jawaban yang tepat tentang siapakah Diri-Nya? "Engakulah Mesias, Anak Allah yang hidup!" kata Simon Petrus. Yesus memuji Petrus sebagai orang yang berbahagia sebab diterangi oleh Roh Bapa-Nya telah menjawab secara tepat siapakah Yesus.
Namun iman Simon Petrus belumlah apa-apa. Masih terlalu dangkal. Bahkan mungkin Petrus terlalu bangga akan predikat sekaligus jabatan yang disematkan kepada dirinya sebagai kepala Gereja. "Engkaulah Petrus, dan di atas batu karang ini akan Kudirikan Jemaat-Ku." kata Yesus.
Nah, setelah itu Petrus lupa diri. Ketika Yesus menyatakan bahwa Diri-Nya kelak akan menderita dan disiksa serta dibunuh, Petrus tidak mengijinkan hal itu terjadi. Petrus mau tampil sebagai pahlawan yang membela sang Gurunya. Namun Yesus tahu bahwa itu hanyalah luapan emosi sesaat, maka Yesus membentak dia, "Enyahlah iblis! Emgkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau memikirkan bukan yang dipikirkan Allah, melainkan yang dipikirkan manusia."
Demikian halnya nasib Musa dan Harun. Sekalipun sudah dibimbing oleh Allah sekian lama, iman mereka masih dangkal dan sangat emosional. Mereka belum memahami Allah yang sangat bijaksana melakukan karya karya agung-Nya. Sehingga begitu bangsa Israel mengeluh dan mendesak mereka karena kehausan, Musa dan Harun cepat-cepat meminta Tuhan melakukan mukjizat, memberikan air dari batu wadas di padang gurun. Seolah-olah mereka mendesak Tuhan secepatnya tunjukkan kuasa-Nya, jangan berlambat. Dengan demikian mereka akan dituntut terus oleh bangsa Israel untuk secepatnya meminta mukjizat bila menghadapi masalah tertentu. Dengan cara ini, bukan lagi Tuhan yang diagungkan, melainkan Musa dan Harun yang dipuja-puji oleh bangsa Israel. Oleh sebab itu hukuman bagi kedua tokoh Israel ini, mereka tidak diperkenankan Tuhan untuk memasuki Tanah Terjanji, Kanaan. "Karena kalian tidak percaya kepada-Ku, dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan orang Israel, maka kalian tidak akan membawa umat ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka."
Dalam masa covid-19 ini banyak orang bertanya-tanya, apakah Tuhan masih ada? Apakah Tuhan sedang menghukum kita? Mengapa Tuhan membiarkan wabah ini merajalela menyerang manusia? Dan masih bisa dideretkan sekian banyak pertanyaan bernada keluhan-keluhan, keraguan dan putus asa.
Namun satu hal yang pasti, Tuhan meminta para beriman untuk tidak terburu-buru menilai diri Allah dalam sudut pandang manusia. Allah Maharahim dan penuh belaskasihan. Dia tetap menyayangi umat-Nya. Dari sebab itu, Allah menuntut manusia untuk bertobat. Bertobat dari cara hidup lama yang serampangan, supaya membangun kembali sebuah peradaban yang bermartabat. Itulah yang disebut sebagai "new norma", norma baru. Sebab sudah begitu jauh pemahaman yang keliru tentang kehadiran Allah yang menyelamatkan.
Sebagai sebuah contoh, dahulu, umat beriman begitu bersyukur jika anaknya dibaptis, dengan demikian jadilah anak ini sebagai seorang warga Gereja Kristus. Ketika seorang anak menerima Komuni Pertama (Sambut Baru), maka jadilah dia sahabat Yesus. Tidak ada pesta yang gegap gempita. Duduk makan bersama dengan teman-teman, selesai. Pemandangan semacam ini sangat berbeda dengan dunia dewasa ini. Tidaklah mungkin dipikirkan Baptis anak tanpa pesta, Komuni Pertama tanpa pesta. Mustahil. Lalu dibilang, ini "tradisi"! Benarkah tradisi? Sejak kapan tradisi ini hidup dan dimulai? Justru dengan cara ini, umat beriman sudah mendesak Tuhan (seperti Musa dan Harun) untuk membalikkan keadaan. Sakramen yang diterima hanya sebagai "batu loncatan" untuk berpestaria sekaligus menunjukkan status sosial dan harga diri di depan umum bahwa saya bisa buat pesta. Kiranya covid-19 mengajarkan kepada kita suatu cara hidup dan perspektif baru untuk kembali memahami secara benar prioritas nilai "sebuah sakramen" dari sebuah ritus tambahan "pesta".
Sadarkah kita bahwa cara hidup dan pemahaman kita tentang kuasa Allah, tidaklah jauh berbeda dengan pengalaman Musa dan Harun?
Marilah kita memohon rahmat pertobatan dan kerendahan hati dari Roh Kudus agar memampukan kita menghayati Sabda-Nya ini dalam kehidupan kita sehari hari dengan baik dan benar.
#SalamYesusYangMengasihi
#JanganMeragukanKuasaAllah
Salam dan berkat dari Pastoran EKUKARDO,
Kris Sambu SVD
Amin...maksh byk
BalasHapus